Rabu, 14 Maret 2018

Hakikat Pembelajaran, Model Desain Pembelajaran (KTSP &K13), Analisis Kebutuhan dan Analisis karakter Siswa




A.    Hakikat Pembelajaran
Menurut Ahmad Susanto dalam bukunya yang berjudul Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar (2016) mengungkapkan kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata belajar dang mengajar (BM), proses belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain itu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menjelaskan pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu pembelajaran dilakukan antara pendidik dengan peserta didik dengan membahas materi yang akan dipelajari bagi peserta didik.

B.     Model Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Desain pembelajaran sebagai proses rangkaian kegiatan yang bersifat linear tersebut digambarkan oleh Sambangh (2006). 
1.      Menentukan kebutuhan
2.      Pengembangan desain untuk menjawab kebutuhan
3.      Uji coba
4.      Evaluasi hasil (kembali lagi ke menentukan kebutuhan)

Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan2 pembelajaran beserta aktivitas yg harus dilakukan, perencanaan sumber2 pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan. Pendekatan yg dapat digunakan dalam desain pembelajaran adalah pendekatan sistem, yang mencakup analisis tentang perencanaan, analisis pengembangan, analisis implementasi dan analisis evaluasi.
Gagne (1992) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, dimana proses itu memiliki tahapan asegera dan tahapan jangka panjang. Menurut Gagne, belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu siswa, seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar.
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan kondisi atau lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan dengan faktor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar.
Desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Mendesain pembelajaran harus diawali dengan studi kebutuhan, karena berkenaan dengan upaya untuk memecahkan persoalan yang berkaitan dengan proses pembelajaran siswa dalam mempelajari suatu bahan atau materi pembelajaran. 
1.      Kriteria Desain Instruksional
Desain instruksional yg baik harus memiliki beberapa kriteria diantaranya:
a.       Berorientasi pada siswa
Ketika kita mendesain pembelajaran, maka pertanyaan pertama yang harus kita ajukan adalah bagaimana desain yang kita kembangkan itu mampu membantu siswa dalam mempelajari bahan pembelajara dan memudahkan siswa belajar. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa diantaranya:
1)      Kemampuan dasar
Pemahaman kemampuan dasar yang dimiliki siswa perlu dipahami untuk menentukan dari mana sebaiknya kita mulai mendesain pembelajaran. Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai selamanya disesuaikan dengan kemampuan yang telah atau harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa. Sehingga desain pembelajaran dirancang sesuai dengan potensi dan kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan kata lain desain tidak dirancang semata-mata oleh kemauan guru saja.
2)      Gaya belajar
Gaya belajar ada 3 tipe, yakni tipe auditif, tipe visual, dan tipe kinestetis. Siswa yang bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui pendengaran. Dengan demikian maka desain pembelajaran dirancang agar siswa banyak mendengar melalui berbagai media yang dapat di dengar seperti radio, recorder, video dll.
b.      Berpijak pada pendekatan sistem
Melalui pendekatan sistem bukan saja dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga akan terhindar dari ketidakpastian. Hal ini disebabkan karena melalui pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan. Atas dasar itulah maka pendekatan sistem dalam desain instruksional merupakan pendekatan ideal yang dapat dilakukan oleh para desainer pembelajaran.
c.       Teruji secara empiris
Sebelum digunakan, sebuah desain instruksional harus teruji dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh sebelumnya dapat diantisipasi. Selain itu melalui pengkajian secara ilmiah dapat meyakinkan para pengembang pembelajaran untuk menggunakannya.
2.      Hubungan perencanaan dan desain pembelajaran
Perencanaan merupakan kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah ke dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Perencanaan pembelajaran dapat berupa perencanaan perhari, perminggu, persemester, pertahun sesuai dengan tujuan kurikulum yang hendak dicapai.
Perencanaan lebih menekankan pada proses pengembangan atau penerjemahan suatu kurikulum sekolah, sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran untuk membantu proses belajar siswa. Dengan demikian, pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah kurikulum yang berlaku di suatu lembaga. Sedangkan, pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan suatu desain pembelajaran adalah siswa itu sendiri sebagai individu yang akan belajar dan mempelajari bahan pelajaran. Artinya ketika kita akan menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran, maka kita perlu bertanya terlebih dahulu bagaimana desain kurikulum yang ada di lembaga pendidikan. Sedangkan, kalau kita menyusun dan mengembangkan sebuah desain pembelajaran kita perlu bertanya bagaimana agar siswa dapat mempelajari suatu bahan pelajaran dengan mudah.
3.      Model-Model Desain Instruksional
Beberapa model desain yang dikembangkan oleh para ahli:
a.       Model Kemp
Model desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp, pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujaun dan berbagai kendala yang timbul. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa, asalkan urutan komponen tidak diubah dan setiap komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal.
b.      Model Banathy
Model desain sistem pembelajaran dari Banathy berbeda dengan model Kemp. Model ini memandang bahwa penyusunan sistem instruksional dilakukan melalaui tahap-tahap yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni: (1) Menganalisis dan merumuskan tujuan baik tujuan pengembangan sistem maupun tujuan spesifik; (2) Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan yang hendak dicapai; (3) menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar; (4) Merancang sistem; (5) Mengimplementasikan dan melakukan control kualitas sistem; dan (6) Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Manakala kita lihat langkah 1 s/d 4 merupakan tahapan dalam rangka proses rancangan, sedangkan tahap 5 dan 6 adalah pelaksanaan dari perencanaan yang sudah dirumuskan.
c.       Model Dick and Cery
Seperti desain model Banathy, dalam mendesai pembelajaran model Dick and Cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Manakala telah dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai selajutnya dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang mnegukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangan strategi pembelajaran, yakni scenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain adalah melakukn evaluasi, yakni evalusai formatife dan evalusai summative. Evaluasi formatife berfungsi untuk menilai efektivitas program dan evaluasi sumatve berfungsi untuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam pengausaan materi pelajaran. Berdasarkan hasi evaluasi inilah yang selanjutnya menjadi umpan balik dalam merevisi program pembelajaran.
d.      Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. PPSI terdiri dari 5 tahap yakni: (1) Merumuskan tujuan; (2) Mengembangkan alat evaluasi; (3) Mengembangkan kegiatan belajar mengajar; (4) Mengembangkan program kegiatan belajar mengajar; (5) Pelaksanaan program.

C.    Analisis Kebutuhan
1.      Pengertian Analisis Kebutuhan (Need Assesment)
Dalam penjelasan buku milik Wina Sanjaya (2015) dipaparkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian Analisis Kebutuhan (Need Assesment) seperti menurut John McNeil (1985) mendefisinikan need assessment sebagai “the process by which one defines educational needs and decides what their priorities are”. Jadi menurut McNeil, assessment itu adalah proses menentukan prioritas kebutuhan pendidikan.
      Sejalan dengan pendapat McNeil, seels dan Glasgow (1990) menjelaskan tentang pengertian need assessment: “it means a plan for gathering information about discrepancies and for using that information to make decisions abaout priorities”. Kebutuhan itu pada dasarnya adalah kesenjangan (discrepancies) antara apa yang telah tersedia dengan apa yang diharapkan dan need assessment adalah proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dan kesenjangan untuk dipecahkan. Jadi, analisis kebutuhan (Need Assessment) merupakan aktivitas ilmiah untuk mengidentifiasi faktor-faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran guna memilih dan menentukan media yang tepat dan relevan mencapai tujuan pembelajaran dan mengarah pada peningkatan mutu pendidikan.
      Ada beberapa hal yang melekat pada pengertian need assessment, seperti yang dikemukakan baik oleh McNeil maupun oleh Glasgow. Pertama, need assessment merupakan suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan need assessment. Need assessment bukanlah suatu hasil, akan tetapi suatu aktivitas tertentu dalam upaya mengambil keputusan tertentu. Kedua, kebutuhan itu sendiri pada hakikatnya adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian maka, need assessment itu adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang kesenjangan yang seharusnya dimiliki setiap siswa dengan apa yang telah dimiliki.
2.      Fungsi analisis kebutuhan
      Morrison menjelaskan beberapa fungsi analisis kebutuhan (need assessment) sebagai berikut:
a)    Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
b)    Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah lain yang mengganggu pekerjaan atau lingkungan pendidikan.
c)      Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
d)     Memberikan data basis untuk menganalisa efektivitas pembelajaran.
3.      Analisis Kebutuhan untuk Merencanakan dan Mengadakan
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan mengadakan  analisa kebutuhan (Morrison dalam Abidin, 2007: 62).
a.    Kebutuhan Normatif, Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal, Ebtanas, UMPTN, dan sebagainya.
b.  Kebutuhan Komperatif, membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B
c.    Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau keinginan yang dimiliki masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan antara tingkat ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
d.  Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.
e.   Kebutuhan Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Misal, penerapan teknik pembelajaran yang baru, dan sebagainya.
f.      Kebutuhan Insidentil yang mendesak, yaitu faktor negatif yang muncul di luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.

4.      Langkah-langkah Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan terdiri atas rangkaian kegiatan yang diawali oleh kegiatan mengumpulkan informasi dan berakhir pada perumusan masalah. Adapun tahapan dalam langkah-langkah analisis kebutuhan meliputi:
a.       Pengumpulan informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siswa dapat mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang akan dihadapi, dan bagaimana pengaruh keadaan tertentu terhadap karakteristik siswa. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfaat dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai beserta skala prioritas dalam pemecahan suatu masalah.
b.      Identifikasi kesenjangan
Dalam identifikasi kesenjangan Kaufman dan English (1979), menjelaskan identifikasi kesenjangan melalui Organizational Elements Model (OEM). Dalam model OEM, Kaufman menjelaskan adanya lima elemen yang saling berkaitan. Duaa elemen pertama, yaituj input dan proses adalah bagaimana menggunakan setiap potensi dan sumber yang ada; sedangkan elemen terakhir meliputi produk, output dan outcome merupakan hasil akhir dari suatu proses.
Kategori kebutuhan seperti yang dikemukakan dalam OEM digambarkan oleh Kaufman seperti gambar di bawah ini:
1)       Input
2)       Proses
3)       Produk
4)       Output
5)       Outcome
Komponen input, meliputi kondisi yang tersedia pada saat ini misalnya tentang  keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan, problem, tujuan, materi kurikulum yang ada. Komponen proses, meliputi pelaksanaan pendidikan yang berjalan yang terdiri atas pola pembentukan staf, pendidikan yang berlangsung sesuai dengan kompetensi, perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum yang berlaku. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dimiliki, serta kelulusan tes kompetensi. Komponen Output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan. Outcome merupakan hasil akhir yang diperoleh. Melalui analisis hasil, desainer dapat menentukan sejauh mana hasil yang diperoleh dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan. Inilah proses yang pada hakikatnya menentukan kesenjangan antara harapan dan apa yang terjadi. Berdasarkan analisis itulah, desainer dapat mendeskripsikan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen yakni input, proses, produk, dan output.
c.       Analisis performance
Tahap ketiga dalam proses need assessment, adalah tahap menganalisis performance. Menganalisis performance  dilakukan setelah desainer memahami berbagai informasi dan mengidentifikasi  kesenjangan yang ada. Ketika kita menemukan adanya kesenjangan, selanjutnya kita identifikasi kesenjangan mana yang dapat dipecahkan melalui perencanaan pembelajaran dan mana yang memerlukan pemecahan dengan cara lain, seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organisasi yang lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat – alat. Untuk mennetukan semua itu kita perlu memahami faktor – faktor penyebab terjadinya kesenjangan dan pemahaman tersebut dapat dilakukan pada saat need assessment berlangsung.
Analisis performance meliputi:
1)        Mengidentifikasi guru
2)        Mengidentifikasi saran dan kelengkapan penunjang
3)        Mengidentifikasi berbagai kebijakan sekolah
4)        Mengidentifikasi iklim sosial dan iklim sosiologi
Disamping semua unsur tersebut, masih ada unsur lainnya yang perlu dianalisis, misalnya penerapan hukuman dan ganjaran, sistem intensif yang diberikan baik pada guru maupun siswa.
d.      Identifikasi hambatan
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Dalam pelaksanaan suatu program berbagai kendala  bias muncul sehingga dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu program. Berbagai kendala dapat meliputi, waktu fasilitas, bahan, pengelompokan dan komposisinya, pilosofi, personal, dan organisasi. Sumber-sumber kendala bisa berasal dari pertama, orang yang terlibat dalam suatu program pembelajaran, misalnya guru-kepala sekolah, dan siswa itu sendiri. Termasuk juga dalam unsure orang ini adalah unsure filsafat atau pandangan yang terhadap pekerjaannya, motivasi kerja, dan kemampuan yang dimilikinya. Kedua, fasilitas yang ada, di dalamnya  meliputi ketersediaan dan kelengkapan fasilitas serta kondisi fasilitas. Ketiga, berkaitan dengan jumlah pendanaan beserta pengaturannya
e.       Identifikasi karakteristik siswa
Tahap kelima dalam need assessment adalah mengidentifikasi siswa. Tujuan utama dalam desain pembelajaran adalah memecahkan berbagai problema yang dihadapi siswa, oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan siswa adalah bagian dari need assessment. Identifikasi yang berkaitan dengan siswa di antaranya  adalah tentang usia, jenis kelamin, level pendidikan, tingkat social ekonomi, latar belakang, gaya belajar, pengalaman dan sikap. Karakteristik siswa seperti di atas, akan bermanfaat ketika kita menentukan tujuan yang harus dicapai, pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran yang di anggap cocok, serta untuk menentukan teknik evaluasi yang relevan.
f.       Identifikasi prioritas, tujuan
Kaufman (1983) mendefinisikan need assessment sebagai suatu proses mengidentifikasi, mendokumentasi dan menjustifikasi kesenjangan antara apa yang terjadi dan apa yang akan dihasilkan melalui penentuan skala prioritas dari setiap kebutuhan. Definisi yang dikemukakan oleh Kaufman berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam proses need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan dalam desain intruksional. Seorang desainer perlu menetapkan kebutuhan-kebutuhan apa yang dianggap mendesak untuk dipecahkan sesuai dengan kondisi. Ini hakikatnya menentukan skala prioritas dalam need assessment. Terdapat beberapa teknik dalam menentukan skala prioritas dari data yang telah terkumpul. Misalnya teknik perangkingan meliputi Teknik Delphi, Fokus Group Discussion, Q-Sort, dan Storyboarding. Teknik-teknik ini digunakan untuk menjaring berbagai tujuan yang dianggap perlu melalui penilaian para ahli yang terlibat pada diskusi. Dengan demikian, rumusan tujuan benar-benar hasil suatu studi yang dibutuhkan dan diperlukan untuk dipecahkan.
g.      Merumuskan masalah
Tahap akhir dalam proses analisis masalah adalah menuliskan pernyataan masalah sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain intruksional. Penulisan masalah pada dasarnya merupakan rangkuman atau sari pati dari permasalahan yang ditentukan. Pernyataan masalah harus ditulis secara singkat dan padat yang biasanya tidak lebih dari satu-dua paragraf. Salah satu format yang sederhana dikembangkan oleh Jung, Pino dan Emory (1979), yang dinamakan dengan RUPS (Research Utilizing Problem Solving). Tujuan RUP adalah merumuskan latar belakang dan konteks permasalahan, bagaimana tipe permasalahan dan memberikan tujuan berdasarkan permasalahan untuk dikembangkan. Teknik RUPS merupakan teknik yang dianggap paling baik ketika kita ingin menjawab permasalahan yang harus dipecahkan.

       D.    Analisis Karakteristik Siswa
Karakteristik siswa adalah ciri dari kualitas perseorangan siswa yang pada umumnya meliputi antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan, motivasi terhadap mata pelajaran, pengalaman, keterampilan, psikomotorik, kemampuan bekerja sama, keterampilan sosial. Karakteristik awal siswa perlu dipahami oleh guru yaitu:
1.      latar belakang akademik siswa yang mencakup:
a.     Jumlah siswa. disini guru harus bisa mengetahui banyaknya jumlah siswa yang akan diajar.  Pemahaman guru terhadap jumlah siswa mempengaruhi persiapan guru menentukan, materi, stratergi, media, model sampai evaluasi pembelajaran yang  dilakukan oleh karena itu guru harus  berkoordinasi dengan bagain akademik.
b.     Latar belakang guru. Pemahaman guru terhadap kehidupan siswa dari segi aspek latar belakang keluarga, minta, hobi, tingkat ekonomi yang berpengaruh pada perencanaan pembelajaran. Untuk memperoleh data siswa melalui pengisian biodata oleh siswa.
c.  Indeks prestasi. Pemahaman guru terhadap prestasi yang dimiliki siswa, tingkat prestasi yang homogen pada kelas dan mempertimbangkan tingkat kelulusan dan kedalaman materi yang dikuasai oleh siswa. untuk dapat memperoleh data ini gurubisa mengetahuinya dari nilai rapor sebelumnya.
d.   Tingkat intelegensi. Pemahaman gruru dalam melihat tingkat kemampuan siswa dalam menerima materi pembelajaran, keluasan materi dan guru dalam menyusun program pembelajaran dengan tingkat kesulitantertentu. Tingkat intelegensi siswa dapat diperoleh melalui tes intelegensi atau tes potensi akademik (TPA)
e.   Keterampilan membaca. Menyangkut tentang kemampuan siswa dalam menyimpulkan secara cepat dan akurat tentang bahan bacaan yang siswa baca. Dapat diketahui melalui tes membaca dan menyimpulkan bahan bacaan dalam rentang waktu yang ditentukan.
f.      Nilai ujian. Untuk memperoleh nilai ujian siswa perlu dilakukan tes kemampuan awal siswa terhadap mata pelajaran yang diampu oleh guru yang bersangkutan.
g.   Kebiasaan belajar/gaya belajar. Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai siswa. dalam proses pembelajaran, banyak siswa yang mengikuti belajar pada  mata pelajaran tertentu, diajar dengan menggunakan strategi yang sama akan tetapi mempunyai tingkat pemahaman  yang berbeda-beda karena siswa memiliki kecerdasan dan gaya belajar yang berbeda-beda.
h.  Minat belajar. Guru dapat memprediksi/ melihat tingkar antusias siswa terhadap pembelajaran yang disampaikan. Oleh sebab itu, guru perlu melakukan wawancara atau pengisian angket, agar dapat merangkum seluruh penilaian yang mencerminkantentang minat siswa terhadap maka pelajaran yang akan disampaikan.
i.   Harapan/keinginan siswa. hal ini dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk mengemukakakn pendapatnya tentang harapan mereka terhadap mata pelajaran yang akan diberikan, susasana yang diinginkan, serta tujuan yang ingin diperoleh dari mata pelajaran yang disajikan.
j.      Lapangan kerja/cita-cita yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengisisan angket. Sehingga berdasarkan informasi ini guru dapat memberikan bimbingan dan motovasi terhadap siswa dalam upaya pencapaian cita-cita yang siswa inginkan.
2.      Faktor-faktor sosial yang meliputi hal-hal berikut ini :
a.    Usia
Faktor usia daapat dijadikan patokan dalam memahami karakteristik siswa. Memahami usia siswa akan berpengaruh terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran yang akan dilakukan. Pendekatan belajar yang digunakan terhadap usia anak-anak tentu saja berbeda dengan pendekatan belajar yang digunakan terdapat anak remaja atau dewasa.
b.      Kematangan
Kematangan juga dapat dijadikan sebagi patokan dalam memahami karakteristik siswa, dimana kematangan secara psikologis juga menjadi pertimbangan guru dalam menentukan berbagai macam pendekatan belajar yang sesuai dengan tingkat usia/kesiapan siswa. Dari perkembangan jasmani dan rohani manusia yang terjadi pada setiap fase kehidupan manusia, mengarah kepada terjadinya proses kematangan. Kematangan itu mencakup :
1) Kematangan prenatal yakni anak yang berusia 2,5-9 tahun akan mengalami kematangan fungsi syaraf serta refleksi untuk menggerakkan tubuh bayi.
2) Perkembangan vital yakni lahir, menangis, dan tak berdaya, tetapi setelah mengalami fase tersebut ketiga aspek diatas dapat berfungsi dan menjadi matang.
3)  Kematangan ingatan yakni 2-3 tahun fungsi ingatan anak mulai berkembang, sehingga telah mampu menerima kesan dan ingatan serta menuju kesempurnaannya pada usia berikutnya.
4)     Kematangan imajinasi yakni pada usia 3-4 tahun anak sudah merasa bahwa dirinya merupakan kepentingan dari orang lain. Bahkan dia telah mulai menyadari bahwa ia dibatasi oleh orang lain
5)  Kematangan pengamatan yakni pada usia 4-6 tahun sudah berkembang fungsi pengamatan untuk mengenal lingkungan sekitar
6)    Kematangan intelektual yakni pada anak usia 6/7 tahun anak sudah mulai berpikir secara ligis, baik dan buruk.
7)     Kematangan pra remaja yakni anak sudah memasuki usia pubertas yang salah satu cirinya adalah anak mulai memperhatikan diri.
8)     Kematangan remaja yaitu akan sudah mulai merasakan kebutuhan untuk berteman, sahabat yang dapat membantu mereka dalam berbagai permasalahan.
c.       Rentangan perhatian (attention span)
Rentang perhatian siswa adalah jumlah waktu normal siswa dapat berkonsentrasi dalam mendengarkan uraian pembelajaran. Menurut Mc. Keachie 1986 dalam Hisyam Zaini menjelaskan bahwa mahasiswa mampu mengingat 70%  informasi yang disampaikan  oleh dosen pada 10 menit pertama, tetapi pada 10 menit berikutnya hanya mampu mengingat 20%  dari materi yang disampaikan.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa memahami rentang perhatian siswa dalam belajar akan menentukan kualitas informasi yang diperoleh siswa dalam belajar.
d.      Bakat-bakat istimewa
                Sebagaimana dipahami bahwa setiap anak memiliki berbagai macam potensi yang berbeda satu sama lainnya. Untuk itu guru perlu memahami perbedaan bakat tersebut agar dapat dikembangkan secara optimal.
e.       Hubungan dengan sesama siswa
Memahami hubungan antar siswa membantu guru dalam mengembangkan pendekatan-pendekatan belajar yang bertumpu kepada kerjasama siswa dalam belajar.
f.       Keadaan sosial ekonomi
               Pemahaman guru terhadap keadaan social ekonomi siswa juga dapat membantu guru dalam menentukan pendekatan dan sumber belajar. Secara kasat mata, dapat diperhatikan bahwa sebagian besar siswa mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan siswa, sebagai akibat dari rendahnya ekonomi keluarga. Berkenaan dengan itu, dibutuhkan kreativitas guru dalam membuat/ menentukan sumber belajar dan media yang terjangkau dan tersedia di lingkungan belajar siswa.

Dalam menganalisis karakteristik siswa  ada tiga langkah yang perlu dilakukan dalam menganalisis kemampuan awal siswa.
1.      Melakukan pengamatan kepada siswa secara perorangan. Pengamatan ini bisa dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan awal atau angket dan wawancara. Tes (lisan  atau objektif) kemampuan awal digunakan untuk mengetahui konsep, konsep prosedur atau prinsip yang telah dikuasai oleh pebelajar yang terkait dengan konsep, prosedur, atau prinsip yang akan diajarkan. Wawancara atau angket dapat digunakan untuk menggali informasi mengenai kemampuan awal yang lain, seperti pengetahuan yang tidak terorganisasi, pengetahuan tentang analogi dan strategi kognitif
2.    Tabulasi karakteristik perorangan siswa. hal pengemasan yang dilakukan pada langkah pertama ditabulasikan untuk mendapatkan klasifikasi dan rincianya. Hasil tabulasi akan digunakan untuk daftar klasifikasi menonjol yang perlu diperhatikan dalam penetapan strategi kognitif.
3.     Pembuatan daftar strategi karakteristik siswa. daftar ini perlu dibuat sebagai dasar menentukan strategi pengelolaan pembelajaran. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan daftar ini adalah daftar harus selalui disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan belajar yang dicapai pelajar secara perorangan.
Ada beberapa macam instrument yang bisa digunakan untuk memperoleh data tentang karateristik pebelajar, meliputi: observasi, interview, kuesioner dan tes.