A.
Hakikat Pembelajaran
Menurut Ahmad Susanto dalam bukunya yang
berjudul Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar (2016) mengungkapkan
kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar.
Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa,
sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah
pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata belajar dang mengajar (BM), proses
belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain itu
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menjelaskan
pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pernyataan diatas dapat
ditarik kesimpulan yaitu pembelajaran dilakukan antara pendidik dengan peserta
didik dengan membahas materi yang akan dipelajari bagi peserta didik.
B.
Model Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran pada dasarnya adalah suatu
proses yang bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian
mengembangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya
rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk
menentukan hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Desain pembelajaran sebagai proses rangkaian kegiatan yang bersifat linear tersebut digambarkan oleh Sambangh (2006).
1. Menentukan kebutuhan
Desain pembelajaran sebagai proses rangkaian kegiatan yang bersifat linear tersebut digambarkan oleh Sambangh (2006).
1. Menentukan kebutuhan
2.
Pengembangan
desain untuk menjawab kebutuhan
3.
Uji coba
4.
Evaluasi hasil
(kembali lagi ke menentukan kebutuhan)
Dalam konteks pembelajaran, desain
instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan
persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan2 pembelajaran beserta
aktivitas yg harus dilakukan, perencanaan sumber2 pembelajaran yang dapat
digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan. Pendekatan yg dapat
digunakan dalam desain pembelajaran adalah pendekatan sistem, yang mencakup
analisis tentang perencanaan, analisis pengembangan, analisis implementasi dan
analisis evaluasi.
Gagne (1992) menjelaskan bahwa desain
pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, dimana proses itu
memiliki tahapan asegera dan tahapan jangka panjang. Menurut Gagne, belajar
seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan
eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang
berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari dalam individu siswa,
seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan bakat serta kesiapan
setiap individu yang belajar.
Faktor eksternal adalah faktor yang
datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan kondisi atau
lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan
dengan faktor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yang
memungkinkan siswa dapat belajar.
Desain instruksional berkenaan dengan
proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi
pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau
hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk
mencapai tujuan termasuk metode, teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta
teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.
Mendesain pembelajaran harus diawali dengan studi kebutuhan, karena berkenaan
dengan upaya untuk memecahkan persoalan yang berkaitan dengan proses
pembelajaran siswa dalam mempelajari suatu bahan atau materi pembelajaran.
1. Kriteria Desain Instruksional
1. Kriteria Desain Instruksional
Desain
instruksional yg baik harus memiliki beberapa kriteria diantaranya:
a.
Berorientasi
pada siswa
Ketika
kita mendesain pembelajaran, maka pertanyaan pertama yang harus kita ajukan
adalah bagaimana desain yang kita kembangkan itu mampu membantu siswa dalam
mempelajari bahan pembelajara dan memudahkan siswa belajar. Beberapa hal yang
perlu dipahami tentang siswa diantaranya:
1)
Kemampuan dasar
Pemahaman
kemampuan dasar yang dimiliki siswa perlu dipahami untuk menentukan dari mana
sebaiknya kita mulai mendesain pembelajaran. Dalam menentukan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai selamanya disesuaikan dengan kemampuan yang
telah atau harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa. Sehingga desain
pembelajaran dirancang sesuai dengan potensi dan kompetensi yang telah dimiliki
oleh siswa. Dengan kata lain desain tidak dirancang semata-mata oleh kemauan
guru saja.
2)
Gaya belajar
Gaya
belajar ada 3 tipe, yakni tipe auditif, tipe visual, dan tipe kinestetis. Siswa
yang bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui
pendengaran. Dengan demikian maka desain pembelajaran dirancang agar siswa
banyak mendengar melalui berbagai media yang dapat di dengar seperti radio,
recorder, video dll.
b.
Berpijak pada
pendekatan sistem
Melalui
pendekatan sistem bukan saja dapat diprediksi keberhasilannya, akan tetapi juga
akan terhindar dari ketidakpastian. Hal ini disebabkan karena melalui
pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin
dapat menghambat terhadap pencapaian tujuan. Atas dasar itulah maka pendekatan
sistem dalam desain instruksional merupakan pendekatan ideal yang dapat
dilakukan oleh para desainer pembelajaran.
c.
Teruji secara
empiris
Sebelum
digunakan, sebuah desain instruksional harus teruji dahulu efektivitas dan
efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat
berbagai kelemahan dan berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh
sebelumnya dapat diantisipasi. Selain itu melalui pengkajian secara ilmiah
dapat meyakinkan para pengembang pembelajaran untuk menggunakannya.
2.
Hubungan perencanaan dan desain pembelajaran
Perencanaan merupakan
kegiatan menerjemahkan kurikulum sekolah ke dalam kegiatan pembelajaran di
dalam kelas. Perencanaan pembelajaran dapat berupa perencanaan perhari,
perminggu, persemester, pertahun sesuai dengan tujuan kurikulum yang hendak
dicapai.
Perencanaan lebih
menekankan pada proses pengembangan atau penerjemahan suatu kurikulum sekolah,
sedangkan desain menekankan pada proses merancang program pembelajaran untuk
membantu proses belajar siswa. Dengan demikian, pertimbangan dalam menyusun dan
mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah kurikulum yang berlaku di
suatu lembaga. Sedangkan, pertimbangan dalam menyusun dan mengembangkan suatu
desain pembelajaran adalah siswa itu sendiri sebagai individu yang akan belajar
dan mempelajari bahan pelajaran. Artinya ketika kita akan menyusun dan
mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran, maka kita perlu bertanya
terlebih dahulu bagaimana desain kurikulum yang ada di lembaga pendidikan.
Sedangkan, kalau kita menyusun dan mengembangkan sebuah desain pembelajaran
kita perlu bertanya bagaimana agar siswa dapat mempelajari suatu bahan
pelajaran dengan mudah.
3.
Model-Model Desain Instruksional
Beberapa model
desain yang dikembangkan oleh para ahli:
a.
Model Kemp
Model
desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang
membentuk siklus. Menurut Kemp, pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri
atas komponen-komponen yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujaun dan
berbagai kendala yang timbul. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp
dari mana saja bisa, asalkan urutan komponen tidak diubah dan setiap komponen
itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal.
b.
Model Banathy
Model
desain sistem pembelajaran dari Banathy berbeda dengan model Kemp. Model ini
memandang bahwa penyusunan sistem instruksional dilakukan melalaui tahap-tahap
yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
(1) Menganalisis dan merumuskan tujuan baik tujuan pengembangan sistem maupun
tujuan spesifik; (2) Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan yang hendak
dicapai; (3) menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar; (4) Merancang
sistem; (5) Mengimplementasikan dan melakukan control kualitas sistem; dan (6)
Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Manakala kita
lihat langkah 1 s/d 4 merupakan tahapan dalam rangka proses rancangan,
sedangkan tahap 5 dan 6 adalah pelaksanaan dari perencanaan yang sudah
dirumuskan.
c.
Model Dick and
Cery
Seperti
desain model Banathy, dalam mendesai pembelajaran model Dick and Cery harus
dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini,
sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan
kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Manakala telah dirumuskan tujuan khusus
yang harus dicapai selajutnya dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang mnegukur kemampuan penguasaan
tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangan strategi
pembelajaran, yakni scenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat
mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain adalah
melakukn evaluasi, yakni evalusai formatife dan evalusai summative. Evaluasi
formatife berfungsi untuk menilai efektivitas program dan evaluasi sumatve
berfungsi untuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam pengausaan materi
pelajaran. Berdasarkan hasi evaluasi inilah yang selanjutnya menjadi umpan
balik dalam merevisi program pembelajaran.
d.
Model PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Model
PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) adalah model yang
dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI
berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran
secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. PPSI terdiri dari 5 tahap yakni: (1) Merumuskan
tujuan; (2) Mengembangkan alat evaluasi; (3) Mengembangkan kegiatan belajar
mengajar; (4) Mengembangkan program kegiatan belajar mengajar; (5) Pelaksanaan
program.
C.
Analisis Kebutuhan
1.
Pengertian Analisis Kebutuhan (Need Assesment)
Dalam
penjelasan buku milik Wina Sanjaya (2015) dipaparkan beberapa pendapat ahli
mengenai pengertian Analisis Kebutuhan (Need
Assesment) seperti menurut John McNeil (1985) mendefisinikan need assessment sebagai “the process by which one defines educational
needs and decides what their priorities are”. Jadi menurut McNeil, assessment itu adalah proses menentukan
prioritas kebutuhan pendidikan.
Sejalan dengan pendapat McNeil, seels dan
Glasgow (1990) menjelaskan tentang pengertian need assessment: “it means a
plan for gathering information about discrepancies and for using that
information to make decisions abaout priorities”. Kebutuhan itu pada
dasarnya adalah kesenjangan (discrepancies)
antara apa yang telah tersedia dengan apa yang diharapkan dan need assessment adalah proses
mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dan
kesenjangan untuk dipecahkan. Jadi, analisis kebutuhan (Need Assessment) merupakan aktivitas ilmiah untuk mengidentifiasi
faktor-faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran guna memilih dan
menentukan media yang tepat dan relevan mencapai tujuan pembelajaran dan
mengarah pada peningkatan mutu pendidikan.
Ada beberapa hal yang melekat pada
pengertian need assessment, seperti
yang dikemukakan baik oleh McNeil maupun oleh Glasgow. Pertama, need assessment merupakan
suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan need assessment. Need assessment bukanlah suatu hasil, akan tetapi suatu aktivitas
tertentu dalam upaya mengambil keputusan tertentu. Kedua, kebutuhan itu sendiri pada hakikatnya adalah kesenjangan
antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian maka, need assessment itu adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang kesenjangan yang seharusnya dimiliki setiap siswa dengan apa yang telah
dimiliki.
2.
Fungsi analisis kebutuhan
Morrison menjelaskan beberapa fungsi
analisis kebutuhan (need assessment)
sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi
kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa
yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
b) Mengidentifikasi
kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah lain
yang mengganggu pekerjaan atau lingkungan pendidikan.
c) Menyajikan
prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
d) Memberikan data
basis untuk menganalisa efektivitas pembelajaran.
3.
Analisis Kebutuhan untuk Merencanakan dan Mengadakan
Ada enam macam kebutuhan yang biasa
digunakan untuk merencanakan dan mengadakan
analisa kebutuhan (Morrison dalam Abidin, 2007: 62).
a. Kebutuhan
Normatif, Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal, Ebtanas,
UMPTN, dan sebagainya.
b. Kebutuhan
Komperatif, membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain
yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B
c. Kebutuhan
yang dirasakan, yaitu hasrat atau keinginan yang dimiliki masing-masing peserta
didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan antara
tingkat ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik
untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
d. Kebutuhan
yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu
diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.
e. Kebutuhan
Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi di
masa mendatang. Misal, penerapan teknik pembelajaran yang baru, dan sebagainya.
f. Kebutuhan
Insidentil yang mendesak, yaitu faktor negatif yang muncul di luar dugaan yang
sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan
sebagainya.
4.
Langkah-langkah Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan terdiri atas rangkaian kegiatan
yang diawali oleh kegiatan mengumpulkan informasi dan berakhir pada perumusan
masalah. Adapun tahapan dalam langkah-langkah analisis kebutuhan meliputi:
a.
Pengumpulan
informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang
desainer perlu memahami terlebih dahulu informasi tentang siswa dapat
mengerjakan apa, siapa memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala
apa yang akan dihadapi, dan bagaimana pengaruh keadaan tertentu terhadap
karakteristik siswa. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfaat dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai beserta skala prioritas dalam pemecahan
suatu masalah.
b.
Identifikasi
kesenjangan
Dalam identifikasi kesenjangan Kaufman dan English
(1979), menjelaskan identifikasi kesenjangan melalui Organizational Elements
Model (OEM). Dalam model OEM, Kaufman menjelaskan adanya lima elemen yang
saling berkaitan. Duaa elemen pertama, yaituj input dan proses adalah bagaimana
menggunakan setiap potensi dan sumber yang ada; sedangkan elemen terakhir
meliputi produk, output dan outcome merupakan hasil akhir dari suatu proses.
Kategori kebutuhan seperti yang dikemukakan dalam
OEM digambarkan oleh Kaufman seperti gambar di bawah ini:
1) Input
2) Proses
3) Produk
4) Output
5) Outcome
Komponen input, meliputi kondisi yang tersedia pada
saat ini misalnya tentang keuangan,
waktu, bangunan, guru, pelajar, kebutuhan, problem, tujuan, materi kurikulum
yang ada. Komponen proses, meliputi pelaksanaan pendidikan yang berjalan yang
terdiri atas pola pembentukan staf, pendidikan yang berlangsung sesuai dengan
kompetensi, perencanaan, metode, pembelajaran individu, dan kurikulum yang
berlaku. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan, keterampilan,
pengetahuan dan sikap yang dimiliki, serta kelulusan tes kompetensi. Komponen
Output, meliputi ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen
Outcome meliputi kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan
masa depan. Outcome merupakan hasil akhir yang diperoleh. Melalui analisis
hasil, desainer dapat menentukan sejauh mana hasil yang diperoleh dapat
berkontribusi pada pencapaian tujuan. Inilah proses yang pada hakikatnya
menentukan kesenjangan antara harapan dan apa yang terjadi. Berdasarkan
analisis itulah, desainer dapat mendeskripsikan masalah dan kebutuhan pada
setiap komponen yakni input, proses, produk, dan output.
c.
Analisis
performance
Tahap ketiga dalam proses need assessment, adalah
tahap menganalisis performance. Menganalisis performance dilakukan setelah desainer memahami berbagai
informasi dan mengidentifikasi
kesenjangan yang ada. Ketika kita menemukan adanya kesenjangan,
selanjutnya kita identifikasi kesenjangan mana yang dapat dipecahkan melalui
perencanaan pembelajaran dan mana yang memerlukan pemecahan dengan cara lain,
seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur organisasi yang
lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan alat – alat. Untuk
mennetukan semua itu kita perlu memahami faktor – faktor penyebab terjadinya
kesenjangan dan pemahaman tersebut dapat dilakukan pada saat need assessment
berlangsung.
Analisis performance meliputi:
1) Mengidentifikasi
guru
2) Mengidentifikasi
saran dan kelengkapan penunjang
3) Mengidentifikasi
berbagai kebijakan sekolah
4) Mengidentifikasi
iklim sosial dan iklim sosiologi
Disamping semua unsur tersebut, masih ada unsur
lainnya yang perlu dianalisis, misalnya penerapan hukuman dan ganjaran, sistem
intensif yang diberikan baik pada guru maupun siswa.
d.
Identifikasi
hambatan
Tahap keempat dalam need assessment adalah
mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Dalam
pelaksanaan suatu program berbagai kendala
bias muncul sehingga dapat berpengaruh terhadap kelancaran suatu
program. Berbagai kendala dapat meliputi, waktu fasilitas, bahan, pengelompokan
dan komposisinya, pilosofi, personal, dan organisasi. Sumber-sumber kendala
bisa berasal dari pertama, orang yang terlibat dalam suatu program pembelajaran,
misalnya guru-kepala sekolah, dan siswa itu sendiri. Termasuk juga dalam unsure
orang ini adalah unsure filsafat atau pandangan yang terhadap pekerjaannya,
motivasi kerja, dan kemampuan yang dimilikinya. Kedua, fasilitas yang ada, di
dalamnya meliputi ketersediaan dan
kelengkapan fasilitas serta kondisi fasilitas. Ketiga, berkaitan dengan jumlah
pendanaan beserta pengaturannya
e.
Identifikasi
karakteristik siswa
Tahap kelima dalam need assessment adalah
mengidentifikasi siswa. Tujuan utama dalam desain pembelajaran adalah
memecahkan berbagai problema yang dihadapi siswa, oleh karena itu hal-hal yang
berkaitan dengan siswa adalah bagian dari need assessment. Identifikasi yang
berkaitan dengan siswa di antaranya
adalah tentang usia, jenis kelamin, level pendidikan, tingkat social
ekonomi, latar belakang, gaya belajar, pengalaman dan sikap. Karakteristik
siswa seperti di atas, akan bermanfaat ketika kita menentukan tujuan yang harus
dicapai, pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran yang di anggap cocok,
serta untuk menentukan teknik evaluasi yang relevan.
f.
Identifikasi
prioritas, tujuan
Kaufman (1983) mendefinisikan need assessment
sebagai suatu proses mengidentifikasi, mendokumentasi dan menjustifikasi
kesenjangan antara apa yang terjadi dan apa yang akan dihasilkan melalui
penentuan skala prioritas dari setiap kebutuhan. Definisi yang dikemukakan oleh
Kaufman berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh sebab itu,
mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan salah satu kegiatan yang
harus dilaksanakan dalam proses need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi
tujuan dalam desain intruksional. Seorang desainer perlu menetapkan
kebutuhan-kebutuhan apa yang dianggap mendesak untuk dipecahkan sesuai dengan
kondisi. Ini hakikatnya menentukan skala prioritas dalam need assessment.
Terdapat beberapa teknik dalam menentukan skala prioritas dari data yang telah
terkumpul. Misalnya teknik perangkingan meliputi Teknik Delphi, Fokus Group
Discussion, Q-Sort, dan Storyboarding. Teknik-teknik ini digunakan untuk
menjaring berbagai tujuan yang dianggap perlu melalui penilaian para ahli yang
terlibat pada diskusi. Dengan demikian, rumusan tujuan benar-benar hasil suatu
studi yang dibutuhkan dan diperlukan untuk dipecahkan.
g.
Merumuskan
masalah
Tahap akhir dalam proses analisis masalah adalah
menuliskan pernyataan masalah sebagai pedoman dalam penyusunan proses desain
intruksional. Penulisan masalah pada dasarnya merupakan rangkuman atau sari
pati dari permasalahan yang ditentukan. Pernyataan masalah harus ditulis secara
singkat dan padat yang biasanya tidak lebih dari satu-dua paragraf. Salah satu
format yang sederhana dikembangkan oleh Jung, Pino dan Emory (1979), yang
dinamakan dengan RUPS (Research Utilizing Problem Solving). Tujuan RUP adalah
merumuskan latar belakang dan konteks permasalahan, bagaimana tipe permasalahan
dan memberikan tujuan berdasarkan permasalahan untuk dikembangkan. Teknik RUPS
merupakan teknik yang dianggap paling baik ketika kita ingin menjawab
permasalahan yang harus dipecahkan.
Karakteristik
siswa adalah ciri dari kualitas perseorangan siswa yang pada umumnya meliputi
antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan, motivasi terhadap
mata pelajaran, pengalaman, keterampilan, psikomotorik, kemampuan bekerja sama,
keterampilan sosial. Karakteristik awal siswa perlu dipahami oleh guru yaitu:
1.
latar belakang
akademik siswa yang mencakup:
a. Jumlah siswa.
disini guru harus bisa mengetahui banyaknya jumlah siswa yang akan diajar. Pemahaman guru terhadap jumlah siswa
mempengaruhi persiapan guru menentukan, materi, stratergi, media, model sampai
evaluasi pembelajaran yang dilakukan
oleh karena itu guru harus berkoordinasi
dengan bagain akademik.
b. Latar belakang
guru. Pemahaman guru terhadap kehidupan siswa dari segi aspek latar belakang
keluarga, minta, hobi, tingkat ekonomi yang berpengaruh pada perencanaan
pembelajaran. Untuk memperoleh data siswa melalui pengisian biodata oleh siswa.
c. Indeks prestasi.
Pemahaman guru terhadap prestasi yang dimiliki siswa, tingkat prestasi yang
homogen pada kelas dan mempertimbangkan tingkat kelulusan dan kedalaman materi
yang dikuasai oleh siswa. untuk dapat memperoleh data ini gurubisa
mengetahuinya dari nilai rapor sebelumnya.
d. Tingkat
intelegensi. Pemahaman gruru dalam melihat tingkat kemampuan siswa dalam
menerima materi pembelajaran, keluasan materi dan guru dalam menyusun program
pembelajaran dengan tingkat kesulitantertentu. Tingkat intelegensi siswa dapat
diperoleh melalui tes intelegensi atau tes potensi akademik (TPA)
e. Keterampilan
membaca. Menyangkut tentang kemampuan siswa dalam menyimpulkan secara cepat dan
akurat tentang bahan bacaan yang siswa baca. Dapat diketahui melalui tes
membaca dan menyimpulkan bahan bacaan dalam rentang waktu yang ditentukan.
f. Nilai ujian.
Untuk memperoleh nilai ujian siswa perlu dilakukan tes kemampuan awal siswa
terhadap mata pelajaran yang diampu oleh guru yang bersangkutan.
g. Kebiasaan
belajar/gaya belajar. Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai
siswa. dalam proses pembelajaran, banyak siswa yang mengikuti belajar pada mata pelajaran tertentu, diajar dengan
menggunakan strategi yang sama akan tetapi mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda karena siswa memiliki
kecerdasan dan gaya belajar yang berbeda-beda.
h. Minat belajar.
Guru dapat memprediksi/ melihat tingkar antusias siswa terhadap pembelajaran
yang disampaikan. Oleh sebab itu, guru perlu melakukan wawancara atau pengisian
angket, agar dapat merangkum seluruh penilaian yang mencerminkantentang minat
siswa terhadap maka pelajaran yang akan disampaikan.
i. Harapan/keinginan
siswa. hal ini dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk mengemukakakn
pendapatnya tentang harapan mereka terhadap mata pelajaran yang akan diberikan,
susasana yang diinginkan, serta tujuan yang ingin diperoleh dari mata pelajaran
yang disajikan.
j.
Lapangan
kerja/cita-cita yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengisisan
angket. Sehingga berdasarkan informasi ini guru dapat memberikan bimbingan dan
motovasi terhadap siswa dalam upaya pencapaian cita-cita yang siswa inginkan.
2. Faktor-faktor
sosial yang meliputi hal-hal berikut ini :
a. Usia
Faktor
usia daapat dijadikan patokan dalam memahami karakteristik siswa. Memahami usia
siswa akan berpengaruh terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran yang akan
dilakukan. Pendekatan belajar yang digunakan terhadap usia anak-anak tentu saja
berbeda dengan pendekatan belajar yang digunakan terdapat anak remaja atau
dewasa.
b. Kematangan
Kematangan
juga dapat dijadikan sebagi patokan dalam memahami karakteristik siswa, dimana
kematangan secara psikologis juga menjadi pertimbangan guru dalam menentukan
berbagai macam pendekatan belajar yang sesuai dengan tingkat usia/kesiapan
siswa. Dari perkembangan jasmani dan rohani manusia yang terjadi pada setiap
fase kehidupan manusia, mengarah kepada terjadinya proses kematangan.
Kematangan itu mencakup :
1) Kematangan
prenatal yakni anak yang berusia 2,5-9 tahun akan mengalami kematangan fungsi
syaraf serta refleksi untuk menggerakkan tubuh bayi.
2) Perkembangan
vital yakni lahir, menangis, dan tak berdaya, tetapi setelah mengalami fase
tersebut ketiga aspek diatas dapat berfungsi dan menjadi matang.
3) Kematangan
ingatan yakni 2-3 tahun fungsi ingatan anak mulai berkembang, sehingga telah
mampu menerima kesan dan ingatan serta menuju kesempurnaannya pada usia
berikutnya.
4) Kematangan
imajinasi yakni pada usia 3-4 tahun anak sudah merasa bahwa dirinya merupakan
kepentingan dari orang lain. Bahkan dia telah mulai menyadari bahwa ia dibatasi
oleh orang lain
5) Kematangan
pengamatan yakni pada usia 4-6 tahun sudah berkembang fungsi pengamatan untuk
mengenal lingkungan sekitar
6) Kematangan
intelektual yakni pada anak usia 6/7 tahun anak sudah mulai berpikir secara
ligis, baik dan buruk.
7) Kematangan
pra remaja yakni anak sudah memasuki usia pubertas yang salah satu cirinya
adalah anak mulai memperhatikan diri.
8) Kematangan
remaja yaitu akan sudah mulai merasakan kebutuhan untuk berteman, sahabat yang
dapat membantu mereka dalam berbagai permasalahan.
c. Rentangan
perhatian (attention span)
Rentang
perhatian siswa adalah jumlah waktu normal siswa dapat berkonsentrasi dalam
mendengarkan uraian pembelajaran. Menurut Mc. Keachie 1986 dalam Hisyam Zaini
menjelaskan bahwa mahasiswa mampu mengingat 70%
informasi yang disampaikan oleh
dosen pada 10 menit pertama, tetapi pada 10 menit berikutnya hanya mampu
mengingat 20% dari materi yang
disampaikan.
Dengan demikian dapat
dipahami, bahwa memahami rentang perhatian siswa dalam belajar akan menentukan
kualitas informasi yang diperoleh siswa dalam belajar.
d. Bakat-bakat
istimewa
Sebagaimana dipahami bahwa setiap anak memiliki berbagai macam potensi yang berbeda satu sama lainnya. Untuk itu guru perlu memahami perbedaan bakat tersebut agar dapat dikembangkan secara optimal.
Sebagaimana dipahami bahwa setiap anak memiliki berbagai macam potensi yang berbeda satu sama lainnya. Untuk itu guru perlu memahami perbedaan bakat tersebut agar dapat dikembangkan secara optimal.
e. Hubungan
dengan sesama siswa
Memahami
hubungan antar siswa membantu guru dalam mengembangkan pendekatan-pendekatan
belajar yang bertumpu kepada kerjasama siswa dalam belajar.
f. Keadaan
sosial ekonomi
Pemahaman guru terhadap keadaan social ekonomi siswa juga dapat membantu guru dalam menentukan pendekatan dan sumber belajar. Secara kasat mata, dapat diperhatikan bahwa sebagian besar siswa mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan siswa, sebagai akibat dari rendahnya ekonomi keluarga. Berkenaan dengan itu, dibutuhkan kreativitas guru dalam membuat/ menentukan sumber belajar dan media yang terjangkau dan tersedia di lingkungan belajar siswa.
Pemahaman guru terhadap keadaan social ekonomi siswa juga dapat membantu guru dalam menentukan pendekatan dan sumber belajar. Secara kasat mata, dapat diperhatikan bahwa sebagian besar siswa mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan siswa, sebagai akibat dari rendahnya ekonomi keluarga. Berkenaan dengan itu, dibutuhkan kreativitas guru dalam membuat/ menentukan sumber belajar dan media yang terjangkau dan tersedia di lingkungan belajar siswa.
Dalam menganalisis karakteristik siswa ada tiga langkah yang perlu dilakukan dalam
menganalisis kemampuan awal siswa.
1.
Melakukan
pengamatan kepada siswa secara perorangan. Pengamatan ini bisa dilakukan dengan
menggunakan tes kemampuan awal atau angket dan wawancara. Tes (lisan atau objektif) kemampuan awal digunakan untuk
mengetahui konsep, konsep prosedur atau prinsip yang telah dikuasai oleh
pebelajar yang terkait dengan konsep, prosedur, atau prinsip yang akan
diajarkan. Wawancara atau angket dapat digunakan untuk menggali informasi
mengenai kemampuan awal yang lain, seperti pengetahuan yang tidak
terorganisasi, pengetahuan tentang analogi dan strategi kognitif
2. Tabulasi
karakteristik perorangan siswa. hal pengemasan yang dilakukan pada langkah
pertama ditabulasikan untuk mendapatkan klasifikasi dan rincianya. Hasil
tabulasi akan digunakan untuk daftar klasifikasi menonjol yang perlu
diperhatikan dalam penetapan strategi kognitif.
3. Pembuatan daftar
strategi karakteristik siswa. daftar ini perlu dibuat sebagai dasar menentukan
strategi pengelolaan pembelajaran. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan daftar ini adalah daftar harus selalui disesuaikan dengan
kemajuan-kemajuan belajar yang dicapai pelajar secara perorangan.
Ada
beberapa macam instrument yang bisa digunakan untuk memperoleh data tentang
karateristik pebelajar, meliputi: observasi, interview, kuesioner dan tes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar